Laporan PBB terbaru menyatakan bahwa 85 persen wilayah Jalur Gaza kini berada dalam zona militerisasi Israel. Hal ini sangat menghambat distribusi bantuan kemanusiaan dan memperburuk kondisi masyarakat sipil yang terdampak.
Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, mengungkapkan, Israel memerintahkan pemindahan terbaru terhadap dua lingkungan padat penduduk di Khan Younis, yang menampung hingga 80.000 warga. Hal ini menjadikan badan kemanusiaan yang bekerja di sektor air, sanitasi dan kebersihan kehilangan akses ke reservoir utama Al Satar. Ini menyebabkan runtuhnya sistem distribusi air kota, dengan konsekuensi kemanusiaan yang serius. Demikian seperti dikutip dari Anadolu Ajansi pada Jumat, 4 Juli 2025.
Kondisi ini memperburuk masalah kemanusiaan. Genosida terus berlangsung. Korban anak-anak dan perempuan terus berjatuhan. Setidaknya 55.362 warga Palestina tewas akibat tindakan genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Demikikan kata Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, seperti dikutip dari Anadolu Ajansi, Minggu, 16 Juni 2025. Sebelumnya, hasil analisis Kantor Hak Asasi Manusia PBB melaporkan selama periode enam bulan pertama, hampir 70 persen korban tewas yang diverifikasi PBB adalah anak-anak dan perempuan.
Perempuan, yang terkena dampak secara tidak proporsional, kini memimpin rumah tangga di tengah kehancuran. Para ibu hamil dan menyusui berjuang untuk bertahan hidup di tengah sistem perawatan kesehatan yang gagal. Kantor kemanusiaan PBB memperingatkan bahwa krisis kemanusiaan di Jalur Gaza telah mencapai titik paling kritis karena pengiriman bantuan terus diblokir. Krisis ini memunculkan gelombang solidaritas global.
Gelombang Solidaritas
Genosida di Gaza memicu gelombang protes dan aksi solidaritas untuk Palestina, termasuk gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) untuk Israel. Satu hal positif yang muncul dari perang ini adalah bahwa isu Palestina kembali menjadi agenda internasional.
Kita harus ingat, sebelum perang ini dimulai, Israel sangat percaya diri bahwa isu Palestina sudah mati. Negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, sangat ingin normalisasi hubungan dengan Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berdiri di PBB dan menunjukkan peta Israel di Timur Tengah. Palestina bahkan tidak termasuk dalam peta tersebut. Hal itu dibiarkan terjadi tanpa protes yang berarti.
Isu genosida oleh Israel juga yang sangat menentukan di tingkat domestik bagi banyak negara di Barat. Masyarakat telah terpolarisasi dalam Pemilu. Tentu saja di AS dan di Inggris ini telah menjadi masalah besar, terutama bagi komunitas minoritas dan Muslim. Ini adalah sesuatu yang sangat dikhawatirkan oleh kampanye Partai Demokrat di AS. Mereka mencoba untuk memilih kembali Joe Biden. Setelah masa jabatannya berakhir, apa yang akan diingat orang tentang dia, kecuali fakta bahwa dia sekarang dikenal sebagai Genocide Joe? Itu sangat memalukan.
Di Inggris, Partai Buruh telah kehilangan suara Muslim karena menolak menyerukan gencatan senjata lebih awal. Partai Konservatif di Inggris (yang berkuasa) hanya beretorika untuk berbicara tentang situasi Israel-Palestina. Dampak dari hal ini juga akan terlihat dalam jangka panjang. Reputasi Israel telah hancur. Jadi pada masa depan, cara Israel berhubungan dengan komunitas internasional yang lebih luas akan sangat berbeda. Keberpihakan masyarakat global pada perjuangan Palestina terus menguat.
Salah satu bukti, aksi solidaritas baru-baru ini. Kapal bantuan ‘Madleen’ yang bergerak menuju Gaza, dilakukan oleh para aktivis non-Muslim. Aksi “Long March Global Menuju Gaza” dilakukan oleh para aktivis Muslim dan non-Muslim.
Namun, fakta baru-baru ini penting didudukkan dengan tepat di tengah upaya umat Islam yang bersuara tentang solusi syar’i (jihad dan khilafah) untuk menghentikan genosida dan membebaskan tanah Palestina yang dirampat entitas Yahudi zionis.
Divisi Perempuan Kantor Media Hizbut Tahrir melalui website resminya, mendudukkan aksi solidaritas akhir-akhir ini sebagai inisiatif kemanusiaan. Suara-suara simpati digerakkan oleh hati nurani, yang disuarakan oleh para aktivis, politisi dan pemimpin negara non-Muslim! Bahkan upaya tulus mereka tidak diragukan lagi. Hadir sebagai bagian dari takdir Allah.
Masih menurut web tersebut, sesungguhnya semua ini adalah bukti bahwa pertolongan Allah telah dekat, di jalan menuju perubahan besar dan mendasar. Namun demikian, mereka (non-Muslim itu) akan terus berjuang hanya sebatas hati nurani, keberanian dan jiwa mereka yang sanggup mereka tanggung. Karena itu perjuangan umat untuk terus menyuarakan jihad dan tegaknya Khilafah harus terus dilanjutkan. Hanya umat Islam yang memiliki kekuatan melawan Israel dan AS. Kekuatan iman akan menjadi kekuatan ruhiah yang bergelora hingga saatnya kemenangan datang.
Feminisme yang Gagal
Termasuk hal penting yang menyeruak dalam isu Palestina adalah suara para feminis dan mereka yang mengusung pemikiran feminis. Selama ini, aktivis feminis selalu mengambil narasi penderitaan perempuan untuk mengokohkan perjuangan mereka yang keliru.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023, sebagian feminis Barat telah membombardir media sosial dengan postingan yang mengecam keras serangan Hamas terhadap Israel. Sebaliknya, Maryam Aldossari, Peneliti Ketidaksetaraan Gender di Timur Tengah mengatakan bahwa feminis Barat nyatanya gagal membela perempuan Palestina. Dalam tulisannya, “Western feminism and its blind spots in the Middle East” di Al Jazeera, ia menilai banyak feminis Barat terutama yang berkulit putih menolak bersolidaritas dengan perempuan Palestina dan mengabaikan pembunuhan jutaan warga Palestina di Jalur Gaza. Tentu ini tidak aneh. Pasalnya, fenimisme liberal sudah menjadi pelayan bagi tatanan Kapitalisme global di bawah kepemimpinan Amerika Serikat (AS).
Berbeda dengan feminis radikal di Prancis. Mereka menuntut sistem dominasi dan penindasan yang dialami rakyat Palestina sejak tahun 1948 diakhiri. Mereka juga menuntut agar para aktivis dari komunitas masing-masing mengambil posisi menentang penjajahan atas Palestina.
Dalam pandangan feminis ini, dimensi kolonialisme yang terjadi di Israel memiliki aspek rasial dan gender. Aspek rasial terlihat dalam upaya Zionis Yahudi untuk membersihan etnis penduduk asli Palestina pada tahun 1948 dan berlanjut hingga sekarang.
Pembelaan mereka seolah tampak manis, namun sebenarnya menyimpan bahaya. Bagi kalangan feminisme radikal, perempuan Palestina harus dibela. Karena itu mereka mendorong kemerdekaan Palestina dengan solusi dua negara. Padahal solusi dua negara hanya sebuah delusi.
Baik Israel dan AS tidak pernah serius bahkan menolak solusi dua negara. Parlemen Israel telah meloloskan resolusi yang dengan suara bulat menolak pembentukan negara Palestina. Demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, 18 Juli 2024. Bahkan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Israel, Mike Huckabee, secara terbuka menyatakan bahwa AS tidak lagi mendukung pendirian negara Palestina merdeka. Demikian seperti dilansir dari hukumonline.com. AS juga mengecam negara-negara yang akan bergabung dalam KTT ‘solusi dua negara’ di PBB bulan Juni 2025 lalu – tapi batal dilaksanakan.
Akhinya, kita melihat bahwa isu Palestina dengan berbagai dinamikanya telah mengungkap kegagalan platform penting bagi perjuangan perempuan global, yakni ‘feminisme’. Kegagalam feminisme dalam membela perempuan Palestina harus mampu menaikkan level baru pergerakan perempuan global saat ini, khususnya Muslimah yang peduli dengan masa depan perempuan Palestina. Sekali lagi, tidak ada yang mampu membebaskan dan mengembalikan kemuliaan perempuan Palestina kecuali Islam.
Jihad dan Khilafah
Sebenarnya, solusi hakiki masalah Palestina adalah jihad dan menegakkan kepemimpinan politik Islam (Khilafah). Jihad dengan mobilisasi tentara kaum Muslim dari yang paling dekat hingga yang lebih jauh hingga mencakup seluruh tentara kaum Muslim dan menghimpun orang-orang yang mampu untuk menjadi tentara di dalamnya. Hal itu untuk memerangi dan menghancurkan negara Yahudi yang mencaplok Palestina serta mengembalikan Palestina secara keseluruhan ke pangkuan negeri Islam, meski hal itu akan menyebabkan syahidnya jutaan syuhada’. Palestina yang tanahnya dibasahi oleh darah para syuhada tidak mau menerima dari kaum Muslim selain jalan itu.
Allah SWT berfirman (yang artinya): Oleh sebab itu siapa saja yang menyerang kalian maka seranglah dia secara seimbang dengan serangannya terhadap kalian (TQS al-Baqarah [2]: 194).
Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun telah memerangi kalian semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa (TQS at-Taubah [9]: 36; Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191); Sungguh Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa (TQS al-Hajj [22]: 40)
Jika penguasa kaum Muslim terus berkhianat dengan berdiam diri-tidak mengirim tentaranya, maka umat harus menguatkan dakwah mewujudkan kepemimpinan politik Khilafah. Tentara Khilafah akan datang ke Palestina. Itu adalah sesuatu yang pasti terjadi atas izin dari Allah SWT dan hidung musuh-musuh Islam pasti tersungkur. Allah SWT berfirman (yang artinya): Pada hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang (TQS ar-Rum [30]: 4-5).
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Fatma Sunardi]
source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.









![[Nafsiyah] Nasihat Indah Ketika Merasa Lelah Menjadi Ibu dan Istri](https://amaniyat.com/wp-content/uploads/2023/05/Nasihat-Indah-Ketika-Merasa-Lelah-Menjadi-Ibu-dan-Istri-768x432.jpg)





